Manfaatkan Sosial Media Sebagai Strategi Pemasaran Produk Baru

Peran media sosial semakin diakui dalam mendongkrak kinerja bisnis ataupun merek. Efektivitas pemanfaatan tergantung pada bagaimana pemilik merek menggunakannya untuk produk yang dipasarkanya.
Starbucks, Dell, Levi’s dan Apple adalah sederet merek global yang sukses didorong oleh dahsyatnya media sosial. Terutama Apple, perusahaan yang didirikan oleh Steve Jobs, dapat dikatakan lahir, tumbuh, dan besar oleh media sosial. Tangan dingin Jobs mengemas produknya membuat Apple memiliki basis fans yang fanatik dan besar di media sosial. Sampai sekarang, konsumen fanatik itu selalu update dan menunggu gebrakan Apple, kendati sang pendiri sudah meninggal dunia.

Di Indonesia, Pocari Sweat, Nutrisari, Acer, XL, serta bisnis camilan keripik pedas Maicih juga berhasil mendongkrak bisnisnya lewat media sosial. Bahkan tak hanya merek, apa pun bisa sangat terkenal berkat media sosial, baik yang bersifat positif maupun sebaliknya, negatif. Yang positif seperti Raditya Dika. Kesuksesannya jadi penulis hebat berawal dari media sosial. Penulis buku Kambing Jantan yang kemudian difilmkan ini memiliki 1.989.712 follower di Twitternya. Yang terkenal karena sisi negatifnya, bisa dicontohkan Apriyani dalam kasus “Xenia Maut” beberapa waktu lalu.

 

Intinya, media sosial adalah tool penting saat ini yang wajib dimiliki oleh setiap pengusaha. Bagaimana tidak. Menurut Nukman Luthfi, pengamat media sosial dan pendiri Virtual Consulting, penetrasi penggunaan Internet di Indonesia setiap tahun meningkat. Tahun ini diperkirakan mencapai 60 juta pengguna dan di tahun 2015 akan ada 100 juta wow sungguh pasar yang menggiurkan untuk sebuah produk, belum lagi negara tetangga  Malaysia, Singapore dan Brunei yang masih serumpun dengan kita. Jumlah tersebut didominasi pengguna mobile Internet. Dari angka total tersebut, 45 juta adalah pengguna Facebook. Dikatakan Nukman, suatu lembaga riset menyatakan, 87% pengguna berusia 14 tahun ke atas. “Itu artinya, kalau pemegang merek ingin membangun merek dan kepentingan bisnis lainnya, tetapi tidak masuk ke FB, itu pemikiran yang salah,” ujarnya.

Nukman memperlihatkan fakta lainnya. Pengguna Twitter di Indonesia saat ini sekitar 8 juta orang. Indonesia menyumbangkan 15% pengguna Twitter dunia. Makanya, tak mengherankan, setiap ada kejadian apa pun, obrolan Twitter Indonesia selalu menjadi trending topic. “Ini artinya, ada sebuah media yang begitu potensial untuk dimanfaatkan bagi pemegang merek,” lanjut Nukman meyakinkan.

Jadi, menurutnya, banyak hal yang bisa dimanfaatkan via media sosial, mulai dari branding, kegiatan komunikasi pemasaran, hingga hubungan masyarakat (PR).Kita bisa belajar dari Obama orang kulit hitam pertama yang menggunakan media social dan memenangkan pemilu AS. Dalam branding, umpamanya, jika terjadi akumulasi komentar positif dari pengguna merek tertentu, hal itu selain dapat meningkatkan awareness dan ekuitas merek, besar kemungkinan juga ikut meningkatkan penjualan. “Media sosial mendorong setiap aktivitas komunikasi pemasaran menjadi lebih baik,” ujar Nukman yang meyakini media sosial merupakan media massal yang mampu memberikan dampak positif/negatif lebih cepat.

Tentu saja, peran pentingnya tidak bisa dilepas begitu saja dari tool pemasaran yang lain. Berbagai tool itu saling terintegrasi. Kalau sebuah merek/produk mau diluncurkan, media sosial digunakan untuk menyebar informasi yang sifatnya membuat teman atau pengikutnya menjadi penasaran. Dengan begitu, nama merek itu akan terdongkrak dan banyak dicari/ditunggu orang.

Walaupun terintegrasi, efektivitas pemanfaatan media sosial tetap tergantung pada pemilik merek. Media sosial bukan sekadar tool yang terkait dengan perantinya, seperti punya akun Facebook, Twitter, dsb. Tidak demikian. Pertama-tama, pemilik merek harus mengubah pola pikir pemasarannya yang selama ini bergerak vertikal menjadi horisontal. Media sosial menstimulasi komunikasi dua arah. Karena bersifat user generated, involvement dan participations, efektivitasnya tergantung pada kesiapan perusahaan/merek untuk menyediakan infrastrukturnya dan pola kerja yang berbeda dengan sebelumnya. “Hanya perusahaan yang maju dan open minded yang bisa menerima hal ini,” ungkap Yuswohady, konsultan Inventure, kepada SWA.
Berdasarkan pengamatan Enda Nasution, pakar media sosial yang juga seorang blogger, saat ini masih banyak perusahaan yang belum siap beradaptasi di era media sosial. Risikonya jelas, bahwa bisnis harus tetap relevan dengan konsumen dan stakeholder-nya. “Jika konsumen bisnis tersebut ada di media sosial, untuk stay relevant secara ideal, bisnis juga perlu ada di media sosial,” ujar Enda.

Dengan memasuki media sosial, dikatakan Enda Forwanda, para pelaku bisnis akan membaca arah konsumennya, dan mengetahui apa yang mereka inginkan. Mengingat terus bertambahnya pengguna media sosial saat ini, jelas media seperti ini begitu penting perannya bagi bisnis tersebut. Dengan begitu, bisnis tersebut dapat memonitor apa yang sedang nge-tren serta dibicarakan konsumen. Selain itu, media sosial juga bisa digunakan untuk membantu pemasaran, meningkatkan awareness produk atau jasa, mengembangkan produk, ataupun merekrut SDM. Salah satunya lewat media sosial Linkedin.

Lalu, bagaimana kiat memanfaatkan media sosial agar bisnis bisa sukses? Menurut Aswin Regawa, Agen Facebook Indonesia, ada empat hal yang perlu dicermati dalam menggunakan media sosial. Pertama, pengetahuan dan tujuan pembuatan akun media sosial. Jika belum memiliki konsep dan tujuan yang jelas, biasanya kurang berhasil mencapai target.

Kedua, pemegang merek harus merancang strategi pemasaran yang hendak dilakukan di jejaring sosial. Facebook adalah platform untuk audiens/fan.Dimana ada SISA = Share, Interest, Search & Action. Sementara website adalah platform buat merek itu sendiri. “Jadi, mesti cerdas mengolah pesan di media-media tersebut agar fan/audiens merasa dekat,” ungkap Aswin.

Ketiga, mengetahui insight konsumen/fan. Jika produknya minuman bersoda, pengelola (admin) harus tahu bagaimana meramu dan mendekatkan diri dengan fan-nya. Customer insight bisa dilihat dari segi usia fan, kebiasaannya di media sosial, demografi, apa yang disukai dan tidak, serta masih banyak lagi. Keempat, memiliki strategi jangka panjang dengan penerapan komunikasi pemasaran yang baik dan efektif. “Jangan membangun komunikasi yang taktis, tetapi harus bisa brand building. Ini kembali lagi ke poin 1-3,” katanya.
Intinya, jejaring sosial adalah salah satu tool komunikasi pemasaran. Jejaring sosial harus bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam setiap kegiatan, penyampaian pesan, atau kepentingan apa pun. “Branding yang sukses adalah mengolaborasikan marketing tools konvensional dengan marketing tools yang modern seperti jejaring sosial,” ujar Aswin menegaskan.

Tentunya, untuk membangun sosial media ada beberapa tahap yang mesti dilalui yang membutuhkan keseriusan untuk melakukannya. Misalnya, membentuk tim admin yang kompeten, menyediakan dukungan infrastruktur teknologi informasi yang memadai,memiliki costumer service untuk menangani keluhan, dan adanya kemauan sang CEO untuk turun tangan.

Yang terpenting dalam mengelola media sosial untuk bisnis adalah pemilihan tema atau isu. “Yang relevan saja, dan biasanya yang susah dilakukan brand adalah membuat konten yang seimbang, karena kalau terlalu banyak porsi brand-nya, nanti orang tidak mau baca,” ujar Enda.

Artinya, dalam media sosial disarankan agar merek tidak melakukan hard selling( semisal tag di facebook). Pesannya harus dibuat sehalus mungkin agar tidak terkesan seperti jualan langsung. “Diperlukan better conversation di media sosial, yaitu the art of selling without selling,” Yoris Sebastian, pengamat industri kreatif dari OMG, menambahkan.

Selain dilakukan sendiri oleh pihak pebisnis, dalam media sosial bisa juga digunakan endorser. “Ini tergantung pada industri atau target pasarnya. Untuk industri tertentu, seperti food and beverage, mungkin perlu ambassador sebagai role model konsumennya. Namun untuk industri pertambangan, untuk apa ada ambassador. Itu tidak penting,” tutur Wicaksono, Pemimpin Redaksi PlasaMSN dan media sosial yang terkenal dengan sebutan Ndorokakung.

Endorser – disebut juga buzzer – harus disesuaikan dengan kelompok kelasnya karena setiap buzzer memiliki pengikut masing-masing. Harus diperhatikan pula apakah buzzer ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap pengikutnya dan memiliki kreativitas yang cukup untuk membuat percakapan. Mungkin, untuk produk tertentu, dibutuhkan buzzer yang memiliki nama besar (selebritas atau tokoh publik) tanpa melihat kekuatan pengaruhnya terhadap pengikutnya. Kadang-kadang merek juga hanya ingin terlihat high profile, sehingga mereka menggunakan artis sebagai buzzer-nya. Namun, ada juga merek yang tidak memilih artis sebagai buzzer mereknya,, melainkan orang yang memiliki pengaruh yang cukup luas terhadap pengikutnya.
Dengan semakin diandalkannya media sosial sebagai salah satu sarana dalam berbagai macam aktivitas, termasuk urusan bisnis, percakapan di media sosial pun meningkat. Hal tersebut akan berpengaruh pada munculnya ledakan informasi akibat dari percakapan-percakapan tersebut.

Untuk itu, diperlukan suatu cara yang dapat dapat memantau percakapan di media sosial, agar nantinya tidak memunculkan kebingungan dalam mencari apa yang sedang dipercakapkan orang di dunia maya, termasuk di media sosial.

Enda menyebutkan, ada beberapa langkah untuk memantau percakapan di media sosial. Bisa dilakukan secara manual, tetapi bisa juga dengan menggunakan beberapa tool. Saat ini ada produk dari luar negeri yang mampu memantau percakapan. Sebut saja, radian6. “Untuk Indonesia kami juga sedang develop, namanya Salingsilang Indeks yang sudah diluncurkan 15 Maret lalu. Intinya, kami mengumpulkan percakapan di media sosial dan kemudian menganalisis berdasarkan data yang ada, seperti lokasi, jumlah link, dan siapa yang bicara,” kata Enda.

Eva Arisuci Rudjito, Direktur Pembangunan Merek Skin & Cleansing PT Unilever Indonesia Tbk., mengatakan bahwa merek harus selalu mengikuti dan cepat tanggap terhadap pembicaraan yang sedang terjadi yang menyangkut mereknya. “Makanya, kami harus tetap fokus dan konsisten terhadap key message kami,” katanya.

Yang pasti, key message yang disampaikan di semua kanal media sosial harus konsisten serta relevan untuk kehidupan target pasarnya. Pasalnya, di medium ini, komunikasi berjalan dua arah, konsumen punya power bagaimana mereka menyikapi key message yang disampaikan Unilever.

Faktor penting lainnya, pihaknya harus menjadi brand with a point of view, tidak hanya menjual produk, tetapi punya stand point. “Contohnya, Magnum stands for pleasure atau Lifebuoy for protection against germs,” ucap Eva mencontohkan.

Ditambahkan Hardianto Atmadja, VP Commercials PT Garudafood , bahwa tema pembicaraan dalam media sosial yang dibentuk harus mencerminkan target pasar sehingga menarik minat follower karena follower tidak bisa dibeli. “Oleh karena itu, jangan membeli follower karena hasilnya pasti tidak memuaskan dan penuh rekayasa,” ia menegaskan.

Menurut Hardianto, jika ingin membentuk media sosial, terlebih dulu harus mempunyai tema yang bagus, konten yang sesuai dengan target pasar , serta admin yang mempunyai kemampuan mengelola media sosial dengan baik. Apa yang diungkap Hardianto bukanlah isapan jepol. Pasalnya, saat ini marak jual-beli akun dan follower berharga selangit untuk mendongkrak popularitas sebuah merek atau perorangan yang ingin membangun personal branding.

Berbicara tentang membangun personal branding di sosial media, Wicaksono memberikan tipnya. Pertama, present. Artinya, seseorang harus eksis di media sosial jika ingin membangun brand. Kedua, konsisten dalam menggunakan berbagai saluran media sosial. Misalnya, menggunakan foto atau gambar yang sama untuk profile picture di Twitter dan di Facebook. Gaya percakapannya juga harus konsisten. Misalnya, ketika di Twitter ia selalu menggunakan gaya konyol atau melucu, maka begitu juga yang harus dilakukan di Facebook.

Ketiga, berlaku jujur untuk mendapatkan kepercayaan. Keempat, memiliki kompetensi dan integritas sebagai nilai tambah.

Setelah semua kiat-baik dilakukan di media sosial, tak pelak, yang dicari kemudian adalah ukuran kesuksesan yang dicapai suatu merek dalam penggunaan media sosial. Untuk yang satu ini, Enda menjelaskan, tingkat kesuksesan tersebut tergantung pada tujuan setiap merek memakai media sosial. “Tergantung pada tujuannya, bisa untuk meningkatkan awareness, mengumpulkan follower/audiens, leads, sales, mengubah persepsi, jumlah traffic yang disalurkan ke website, jumlah registrasi ke website, jumlah engagement, dan lain sebagainya,” ujarnya.

Yang jelas, maraknya media sosial diyakini Nukman sebagai fenomena yang tidak akan pernah mati dan tidak akan menemui titik jenuh. “Mungkin yang berubah nanti adalah salurannya saja,” katanya. Dulu Friendster, lalu Skype, Facebook, Twitter dan Google+. Bisa jadi, tahun-tahun ke depan akan ada jejaring sosial baru lagi!!!

FUNGSI MEDIA SOSIAL

A. Kiat Sukses Mendongkrak Merek
(1) Memiliki pengetahuan dan tujuan pembuatan akun media sosial. Jika belum memiliki konsep dan tujuan yang jelas, akan kurang berhasil mencapai target.
 (2) Merancang strategi pemasaran yang hendak dilakukan di jejaring sosial. Facebook adalah platform untuk audiens/fan, sementara website adalah platform buat merek itu sendiri.
 (3) Mengetahui insight konsumen/fanCustomer insight bisa dilihat dari segi usia, kebiasaannya di media sosial, demografi, apa yang biasa disukai dan tidak, dan masih banyak lagi.
 (4) Memiliki strategi jangka panjang dengan penerapan komunikasi pemasaran yang baik dan efektif. Jangan membangun komunikasi yang taktis, tetapi harus bisa brand building. Ini kembali lagi ke poin 1-3.
 (5) Menyiapkan SDM yang mencukupi guna menciptakan tim pemasaran digital yang tangguh.

B. Kiat Sukses Personal Branding
 (1) Present; artinya , seseorang harus eksis di media sosial jika ingin membangun brand.
 (2) Konsisten dalam menggunakan berbagai saluran media sosial. Misalnya, memakai foto atau gambar yang sama untuk profile picture di Twitter dan di Facebook. Kemudian, gaya percakapannya juga harus konsisten. Misalnya, ketika di Twitter selalu menggunakan gaya konyol atau melucu, maka begitu juga yang harus dilakukan di Facebook.
 (3) Berlaku jujur untuk mendapatkan kepercayaan. Artinya, komunikasi yang disampaikan harus benar dan terpercaya. Jangan sampai menggunakan opini yang tidak jelas asal usulnya.
 (4) Memiliki kompetensi dan integritas sebagai nilai tambah.

Artikel Lainnya