Salah
satu aktivitas yang dilakukan Albert Rahardjo saat punya waktu luang
adalah berpetualang kuliner. Berbeda dengan pehobi makan lainnya yang
suka coba-coba beragam menu baru, khusus untuk Albert pilihan favoritnya
adalah sushi. Sushi adalah masakan Jepang yang terdiri dari nasi yang dibentuk bersama lauk (neta) berupa makanan laut, daging, sayuran mentah atau sudah dimasak. Nasi sushi mempunyai rasa masam yang lembut karena dibumbui campuran cuka beras, garam, dan gula.
Dari
seringkali makan sushi di berbagai restoran Jepang, dia mengamati bahwa
sebagian besar penikmat makanan ini adalah kalangan menengah ke atas.
Apa
yang menjadi penyebabnya? Jawabannya jelas, karena menu-menu masakan
negeri ‘Sakura’ selama ini terkenal mahal. Lantas, bagaimana dengan
masyarakat kelas menengah ke bawah yang ingin merasakan masakan dari
negeri “matahari terbit” itu? Dari sinilah kemudian terbetik mengapa
tidak membuka usaha masakan Jepang yang khusus menyasar segmen ini?
Bukankah potensi pasarnya cukup besar?
Albert
tak mau hanya berandai-andai. Dia mewujudkan ‘mimpi’ itu pada tahun
2009, dengan memberi nama “Suchi peco-peco”. Sesuai dengan ‘niat’
awalnya, menu-menu yang ditawarkan di tempat ini menurut Albert
terjangkau oleh masyarakat kalangan menengah ke bawah. Soal rasa? Tak
perlu khawatir, meskipun tariff menunya tidak semahal restoran Jepang,
Albert berani menjamin dalam soal kualitas rasa tempatnya tidak kalah.
Hari
demi hari pengunjung di Sushi Peco-Peco di PTC dengan harga terjangkau
ternyata mampu menarik pengunjung. “Karena kami waktu itu mematok harga
15 ribu –25 ribu rupiah,”jelasnya.
Lantas, berapa modal yang dikeluarkan untuk bisnisnya tersebut dan darimana mendapatkannya?
Karena
masih berstatus mahasiswa dan belum memiliki penghasilan, Albert
mengandalkan modal dari orang tuanya, Albert sebesar Rp 50 juta. Dengan
bantuan sebesar itu ia membuka stand kecil-kecilan di Pakuwon Trade
Center (PTC) Surabaya. “Saat itu tahun 2009 saya masih mahasiswa
semester awal, tapi sudah berani mencoba bisnis di PTC,”tutur Albert.
Masa Kuliah yang Sibuk
Awal-awal
merintis usahanya, boleh dikata energi Albert banyak terkuras.
Bagaimana tidak? Di satu sisi, dia harus mencari pelanggan untuk bisnis
yang baru dirintisnya, di sisi yang lain, statusnya sebagai mahasiswa di
semester awal menuntut kehadirannya di kampus untuk mengikuti berbagai
mata kuliah.
Bagaimana cara Albert membagi waktu antara kuliah dan menjalankan roda bisnisnya? Menurut alumnus SMA St. Louis I Surabaya
ini, manajemen waktu memang penting. Banyak hal yang juga terkadang
membuatnya bingung apa yang harus diprioritaskan, antara kuliah atau
fokus dengan usaha. Namun bukan Albert kalau tak pandai menyiasati
situasi yang dilematis itu.
“Waktu
semester-semester awal memang sibuk banget. Dan saya selalu mengaturnya
dengan mengurangi istirahat. Tidur saya hanya 4 jam sehari. Pagi saya
kerja, sore kuliah,”ungkap mahasiswa yang kini sedang menyelesaikan
skripsi ini.
“Menjadi
pengusaha sukses sebelum usia 30 tahun” Itulah tekad yang selalu
ditekankan dalam pikirannya. Sehingga di saat capek, karena harus pintar
membagi waktu antara kuliah dan bisnis, kata-kata itu benar-benar
menjadi penyemangatnya.
Tak
hanya itu, untuk memotivasi dirinya, mahasiswa angkatan 2007 ini
sengaja tidak mencari inspirasi dari para motivator. Dia justru
terinspirasi oleh orangtuanya sendiri yang kebetulan juga pebisnis.
Orangtuanya selama ini mencari inspirasi dengan membaca berbagai teori
bisnis dari buku manajemen. Dan dari buku-buku tersebut Albert mencoba
menerapkan dalam bisnisnya. Hasilnya? Sukses !
Mendirikan cabang
Usaha
yang dirintis mahasiswa Universitas Ciputra ini ternyata mampu meraup
laba Rp 10 juta per bulan. Dengan laba tersebut, usahanya terus
berkembang hingga Albert bisa mendirikan cabang di Lenmark outlet, Grand
City, Ciputra World, Pasar Atom, Jemur Sari Plaza, dan Oasis.
“Kebetulan saat itu ekspans. Makanya saya bersyukur bisa membuka
cabang,”terangnya.
Perjalanan
usaha yang digeluti pemuda yang berusia 22 tahun ini tentu tak lepas
dari perjuangan dan masalah yang timbul. Namun, Albert mengatakan bahwa
tidak ada masalah yang rumit, semua kebingungan dalam mengurusi bisnis
bisa ia selesaikan dengan selalu sharing dengan orang tuanya.
Orang
tua Albert yang notabene juga bergelut di bidang usaha (distributor),
selalu mengatakan kepada anaknya jangan menganggap semua menjadi
masalah, namun justru menjadi tantangan usaha yang akan mengubah usaha
menjadi lebih baik. “So far so good. Tidak ada masalah dalam usaha saya,”jelas Albert.
Meski
keberatan membocorkan omzet yang diraihnya per bulan, setidaknya dari
jumlah karyawan sebanyak 30 orang ditambah enam cabang, boleh dikata
Albert sudah berhasil menjadi seorang entrepreuneur.
Apa
yang menjadi kunci suksesnya? Albert tak keberatan berbagi tipsnya.
“Saya selalu menekankan kepada diri sendiri dan karyawan untuk selalu
berbuat jujur dan bekerja yang benar. “Saya hanya modal jujur, kerja
yang benar. Dan pokoknya nggak ada yang ke arah yang aneh-aneh serta
harus berjiwa kompetitif,”akunya.
Pernah gagal
Namun
bukan berarti perjalanannya dalam bidang bisnis tak pernah ada
rintangan. Sebelum merasa cocok dan ‘jatuh cinta’ untuk menggeluti
sushi, pemuda kelahiran Surabaya, 7 Februari 1990 ini pernah bisnis
busana dan bumbu pecel. Kedua hal itu dilakoninya pada 2008. Hasilnya?
Gagal total, dia tidak bakat menggarap bisnis pakaian dan bumbu pecel.
“Saya sudah merasa cocok di bisnis kuliner ini, “ujarnya.
Putra
distributor genteng di Kalisosok Surabaya ini mengatakan bisnis
pertamanya di bidang konveksi baju justru membawanya pada kerugian yang
cukup besar. Hampir 50 persen modalnya tidak kembali. “Saya
tekor,”jawabnya.
“Usaha
konveksi baju itu, saya anggap seperti sales. Nggak tentu juga
penghasilan perbulannya, itu yang menjadikan saya berpikir bagaimana
jika saya pindah usaha saja,”jelasnya.
Pengalaman
yang kedua yakni join bersama kawannya, bisnis bumbu pecel. Namun
lagi-lagi ia merasa dirugikan. Setelah jalan beberapa bulan, jumlah
keuntungan masih ada di angka ratusan ribu rupiah.
“Memang sih, uang
bukan tujuan utama. Tapi itu menjadi salah satu penyemangat jika
penghasilan yang kita dapatkan sesuai dengan yang kita
inginkan,”ujarnya.