Banyak orang menyangka berbisnis waralaba merupakan langkah pasti menuju
sukses. Tapi pada kenyataannya, banyak alasan yang membuat bisnis
waralaba berakhir tidak seperti yang diperkirakan.
Dalam artikel yang dikutip dari investopedia,
Selasa (16/1/2012) ini, kita akan melihat beberapa pertimbangan yang
bisa anda kaji sebelum terjun langsung ke bisnis waralaba.
1. Modal awal dan royalti waralaba yang cukup tinggi
Modal
awal dan franchise fee bisa sangat mempengaruhi laba penyewa bisnis
waralaba. Sebagai contoh, jika anda ingin membuka waralaba McDonald's,
anda harus punya lokasi sendiri (sewa maupun milik), belum lagi royalti
waralaba sekitar Rp 405 juta (US$ 45.000) untuk memegang hak waralaba
selama 20 tahun, setelah masanya habis maka bisa diperpanjang.
Jika
dihitung-hitung secara total, biaya yang anda harus keluarkan untuk
membuka sebuah restoran cepat saji McDonald's berkisar antara Rp 4,5
miliar sampai Rp 14,4 miliar.
Yang paling merepotkan adalah,
franchise fee yang harus disetorkan per tahun. Setiap tahun, pemegang
pemegang waralaba harus menyetorkan 12,5% omzetnya ke pemilik waralaba.
Jadi, berapapun omzet anda atau sebaik apapun bisnis, anda akan terus
terikat dengan peraturan ini.
Ongkos sewa tahunan ini merupakan
syarat paling standar dalam dunia waralaba. Bahkan, Burger King meminta
tambahan 4,5% jika ongkos waralabanya mencapai Rp 450 juta, sama seperti
Dunkin' Donuts yang meminta tambahan 5,9% untuk franchise fee di
kisaran Rp 360-720 juta tergantung lokasi.
Dikurangi gaji karyawan, uang makan dan pajak, bisa terlihat bahwa memegang lisensi waralaba tidak semudah seperti kelihatannya.
2. Biaya bahan baku yang mahal
Untuk
anda bisa tetap berbisnis, kebanyakan pemilik waralaba memaksa para
pemegang lisensinya untuk membeli bahan baku dari pensuplai yang
biasanya masih ada hubungan 'spesial' dengan si pemilik waralaba.
Biasanya, harga yang ditetapkan oleh pensuplai ini lebih tinggi
ketimbang harga pasar.
Bahkan, beberapa pemilik waralaba makanan
cepat saji mematok 5-10% lebih tinggi dari harga pasar untuk
produk-produk seperti sayuran, tomat atau bahan baku lainnya. Padahal,
sayuran tetap sayuran yang harganya biasanya hampir sama, tapi ini
menjadi salah satu cara lain si pemilik waralaba menggenjot laba.
Jangan
sekali-sekali anda membatalkan pesanan bahan baku dari si pemilik
waralaba, karena bukan tidak mungkin ia kan memutus kontrak anda di
tengah jalan sehingga anda tak lagi bisa berbisnis.
3. Minimnya pendanaan
Kebanyakan
pemegang lisensi waralaba tidak punya akses ke pendanaan yang baik.
Jadi, jika butuh tambahan modal, kebanyakan pemegang lisensi waralaba
harus merogoh koceknya sendiri. Bisa dibilang, pemegang lisensi waralaba
bergantung pada diri sendiri.
Beberapa pemilik waralaba
mengetahui hal ini dengan baik sehingga memberikan opsi cicilan untuk
franchise fee, modal awal, bahan baku dan peralatan untuk memulai
waralaba. Situasi seperti ini biasanya lebih menarik para calon pemegang
lisensi waralaba.
4. Minimnya kontrol lokasi
Beberapa
waralaba punya aturan untuk tidak terlalu banyak membuka tokonya di
sebuah kota demi menghindari saturasi pasar dan omzet yang anjlok. Akan
tetapi banyak juga waralaba yang membuka toko sebanyak mungkin di sebuah
kota demi menggenjot penjualan.
Itulah mengapa bukanlah sesuatu
yang aneh jika anda melihat lima gerai McDonald dalam radius 8 km karena
perusahaannya berusaha untuk meraup setiap uang yang ada di wilayah
tersebut. Pemilik waralaba memang dapat untung banyak, tapi yang
menderita adalah gerai si pemegang lisensi waralaba, karena tiap muncul
satu waralaba di lokasi yang sama, maka omzetnya bisa turun sampai
setengah.
5. Kurang kreatif
Sebauh
waralaba biasanya mewajibkan keseragaman. Mulai dari dekorasi toko,
papan reklame, produk yang ditawarkan sampai seragam pelayannya harus
sama. Untuk orang yang menyukai kreatifitas, ini bisa membuat frustasi.
Jadi,
jika anda yang terbiasa menjadi bos bagi diri sendiri, keseragaman ini
mungkin cukup sulit dilakukan. Mungkin anda tidak cocok untuk berbisnis
waralaba.
6. Pemilik waralaba kurang mengenal daerah baru
Anda
pasti sering mendengar kalau kunci sukses dalam berbisnis adalah
lokasi, lokasi, lokasi. Pasalnya, lokasi memang sangat mentukan sukses
atau gagalnya sebuah bisnis.
Intinya, jika anda tidak bisa
menemukan lokasi yang tepat untuk membuka waralaba, anda pasti akan
kesulitan, karena si pemilik waralaba pun tidak bisa banyak membantu
anda dalam menentukan lokasi.
Contohnya waralaba pizza. Anda
tidak bisa dengan mudah membuka gerai pizza di sebuah daerah yang cukup
ramai penduduk. Tetapi, anda juga harus perhatikan tingkat usia di
lokasi tersebut.
Salah besar jika anda membuka gerai pizza di
lingkungan ramai tapi isinya orang tua. Lebih baik anda cari lingkungan
yang lebih sepi tapi isinya anak muda semua.
Riset seperti ini
lah yang biasanya tak dimiliki oleh si pemilik waralaba. Si pemegang
lisensi waralaba lah yang bertugas untuk melakukan riset ini sendirian
tanpa bantuan kantor pusat.
Kesimpulan:
Menjalankan
bisnis waralaba adalah sebuah keputusan serius yang harus dilaksanakan
dengan hati-hati. Sebelum anda menyewa waralaba, banyak belajarlah
mengenai perusahaan yang jadi target, begitu pula dengan produk dan
lokasinya. Karena bahkan dengan produk dan lokasi yang baik, belum tentu
anda bisa meraup laba. Jadi, pastikan adan tahu risikonya sebelum
membuka waralaba.